- Back to Home »
- Azka , Azka blog , Azkadz »
- Biografi Rudy Hartono
Posted by : Avatar
Senin, 25 Maret 2013
Tes.. Ok, makasih ya, buat kalian yang masih tetep dateng ke blog ini, sekali lagi "terima kasih". Kunjungi terus http://www.azkadz.blogspot.com ya, Check it out! Biografi Rudy Hartono :
Rudi Hartono
Kurniawan
Pria kelahiran
1949 ini pernah diabadikan namanya dalam Guiness Book of World Records pada
tahun 1982 karena berhasil membawa Indonesia meraih juara All England delapan
kali dan memenangkan Thomas Cup sebanyak empat kali. Rudy Hartono yang juga
pernah dinobatkan sebagai salah satu “Asian Heroes” kategori “Athletes &
Explorers” versi Majalah Time ini lahir dengan nama Nio Hap Liang. Rudy
merupakan anak ketiga dari keluarga Zulkarnaen Kurniawan. Dua kakak Rudy,
Freddy Harsono dan Diana Veronica juga pemain olahraga bulutangkis kendati baru
pada tingkat daerah.
Masa Kecil
Rudy kecil sangat
tertarik mengikuti beragam olahraga di sekolah, terutama atletik. Saat masih
SD, ia suka berenang. Di SMP, ia suka bermain bola voli dan SMA, ia menjadi
pemain sepakbola yang baik. Meski demikian, bulutangkis menjadi minatnya yang
paling besar.
Saat usia 9 tahun, Rudy sudah menunjukkan bakatnya
pada olahraga ini. Namun ayahnya, Zulkarnaen Kurniawan, baru menyadari bakatnya
ini saat Rudy berusia 11 tahun. Setelah ayahnya menyadari bakat anaknya, maka
Rudy kecil mulai dilatih secara sistematik pada Asosiasi Bulu Tangkis Oke
dengan pola latihan yang telah ditentukan oleh ayahnya. Sekedar informasi, ayah
Rudy juga pernah menjadi pemain bulu tangkis di masa mudanya. Zulkarnain pernah
bermain di kompetisi kelas utama di Surabaya. Zulkarnain pertama kalinya
bermain untuk Asosiasi Bulu Tangkis Oke yang dia dirikan sendiri pada tahun
1951. Di asosiasi ini ayah Rudy juga melatih para pemain muda. Program
kepelatihannya ditekankan pada empat hal utama yaitu: kecepatan, pengaturan
nafas yang baik, konsistensi permainan dan sifat agresif dalam menjemput
target. Tidak mengherankan banyak program kepelatihannya lebih menekankan pada
sisi atletik, seperti lari jarak panjang dan pendek dan juga latihan melompat (high jump).
Saat di Oke, Rudy
untuk pertama kali memulai program latihannya yang disusun sedemikan rupa.
Sebelumnya Rudy lebih banyak berlatih dengan turun ke jalan. Ia berlatih di
jalan-jalan beraspal yang seringkali masih kasar dan penuh kerikil, di depan
kantor PLN di Surabaya, yang sebelumnya bernama Jalan Gemblongan.
Awal Karier Profesional
Setelah beberapa lama bergabung dengan grup ayahnya,
akhirnya Rudy memutuskan untuk pindah ke grup bulutangkis yang lebih besar
yaitu Rajawali Group yang telah banyak menghasilkan pemain
bulutangkis dunia. Pada awal bergabung dengan grup ini, Rudy merasa sudah
menemukan tempat terbaik dalam mengembangkan kemampuannya dalam bulutangkis.
Namun, setelah mendapat masukan dari ayahnya, ia mengakui bahwa jika ingin
kemampuan dan kariernya di bulutangkis meningkat maka ia harus pindah ke tempat
latihan yang lebih baik. Oleh karena itu, Rudy lantas bergabung dengan Pusat
Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup di akhir 1965.
Setelah bergabung
dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup, kemampuannya meningkat pesat.
Ia menjadi bagian dari tim Thomas Cup yang menang pada 1967. Setahun kemudian,
di usia 18 tahun ia meraih juara yang pertama di Kejuaraan All England
mengalahkan pemain Malaysia Tan Aik Huang dengan skor 15-12 dan 15-9. Ia
kemudian menjadi juara di tahun-tahun berikutnya hingga 1974.
Namun, nampaknya
kedigdayaannya tidak berlangsung lama. Pada 1975, ia kalah dari Svend Pri.
Tetapi, gelar juara All England ia rebut kembali pada 1976. Bersama tim
Indonesia, Rudy menjuarai Thomas Cup pada 1970, 1973 dan 1976. Setelah absen
selama dua tahun, Rudy tampil kembali pada Kejuaraan Dunia Bulutangkis II di
Jakarta, 1980. Semula dimaksudkan sebagai pendamping, ternyata secara
mengagumkan Rudy keluar sebagai juara. Berhadapan dengan Liem Swie King di
final, pada usia 31 tahun Rudy membuktikan dirinya sebagai maestro yang
tangguh.
Stuart Wyatt,
presiden dari Asosiasi Bulutangkis Belanda berkata, “Tidak diragukan lagi, Rudy
Hartono adalah pemain tunggal terbesar di jamannya. Ia handal dalam segala
aspek permainan, kemampuannya, taktiknya, dan semangatnya.” Juara tujuh kali
berturut-turut dan yang ke delapan (1968-1976) menjadi bukti akan hal itu.
Rekornya ini
merupakah hasil dari kemampuannya yang luar biasa di bidang kecepatan dan
kekuatan dalam bermain. Gerakannya nyaris menguasai seluruh area lantai
permainan. Ia tahu kapan harus bermain reli atau bermain cepat. Sekali ia
melancarkan serangan, lawannya nyaris tidak berkutik. Namanya sudah menjadi
jaminan untuk menjadi pemenang, sebab ia hampir tidak pernah kalah. Meski ia
sudah mengundurkan diri, banyak orang masih percaya bahwa ia masih bisa menjadi
pemenang. Mungkin inilah alasan mengapa orang menjulukinya ‘Wonderboy’.
Doa adalah Kunci Suksesnya
Banyak orang ingin tahu kunci keberhasilannya. Rudi
menjawab, “Berdoa” Dengan
berdoa, Rudy memperkuat pikiran dan iman. Berdoa tidak hanya sebelum
bertanding, tetapi juga selama bertanding. Itu melibatkan kata-kata atau
ekspresi yang akan membangkitkan percaya diri dalam hati dan pikiran.
Untuk setiap poin
yang ia peroleh selama bertanding, ia ucapkan terima kasih kepada Tuhan,
“Terima kasih Tuhan untuk poin ini.” Dia terus berkata seperti itu hingga skor
terakhir dan pertandingan berakhir. Ia mengatakan kebiasaannya ini dalam
biografinya yang diedit oleh Alois A. Nugroho. Ia percaya bahwa manusia
berusaha namun Tuhan yang memutuskan.
“Saya melakukan itu dalam semua pertandingan besar
khususnya All England. Bagi saya ini adalah kenyataan. Kita berusaha tetapi Tuhan yang
memutuskan. Saya
juga percaya bahwa kalau kita kalah memang sudah ditentukan demikian, dan kalau
kita menang, itu juga adalah kehendak Tuhan. Kalah adalah hal yang alami,
karena sebagai manusia kita semua pernah mengalami kekalahan. Pemahaman ini
akan melepaskan stress selama bertanding, mengurangi ketakutan, dan kegusaran,
“ kata Rudy menjelaskan.
Kehidupan Pasca Gantung Raket
Rudy tetap
terlibat dalam olahraga yang ia tekuni semenjak kecil ini, walau hanya dari
pinggir lapangan. Olahragawan terbaik SIWO/PWI (1969 dan 1974) ini menjadi
Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI dalam kurun waktu 1981-1985 di bawah
kepengurusan Ferry Sonneville.
Sejak itu, ia
memusatkan perhatian pada pembinaan pemain-pemain yang lebih muda, yang
diharapkan dapat menggantikannya. Dari klub yang dipimpinnya, misalnya, lahir
Eddy Kurniawan yang, kendati belum berprestasi secara stabil, mampu membunuh
raksasa bulu tangkis Cina seperti Zao Jianghua atau Yang Yang. Pemain-pemain belasan
tahun seperti Hargiono, Hermawan Susanto. atau Alan Budi Kusuma, juga banyak
menerima sentuhan Rudy, untuk bisa tampil dalam kancah pertarungan dunia kelak.
Selain itu, dengan
materi yang dimilikinya, ditunjang oleh hubungan yang luas dengan banyak pengusaha,
dan hasil kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta, Rudy
mengembangkan bisnis. Peternakan sapi perah di daerah Sukabumi adalah awal
mulanya ia bergerak dalam bisnis susu. la juga bergerak dalam bisnis alat
olahraga dengan mengageni merk Mikasa, Ascot, juga Yonex. Kemudian melalui
Havilah Citra Footwear yang didirikan pada 1996, ia mengimpor berbagai macam
pakaian olahraga. Selain itu, Rudy pun pernah menjadi pengusaha oli merek Top 1
dan menjadi pemain dalam film “Matinya Seorang Bidadari” pada tahun 1971
bersama Poppy Dharsono.
Berkat nama
besarnya di dunia bulutangkis, United Nations Development Programme (UNDP)
menunjuk Rudy sebagai duta bangsa untuk Indonesia. UNDP adalah organisasi PBB
yang berperang melawan kemiskinan dan berjuang meningkatkan standar hidup, dan
mendukung para perempuan. Di mata UNDP, Rudy menjadi sosok terbaik sebagai duta
kemanusiaan. Kiprahnya di dunia olahraga dan kerja kerasnya menjadi juara dunia
menjadi teladan bagi generasi yang lebih muda. “Ia menjadi teladan,” kata Ravi
Rajan, Resident Representative of UNDP in Indonesia (Gatra 8 November 1997).
Kini, Rudy tidak
lagi mengayunkan raketnya di udara. Faktor usia dan kesehatan membuat ia tidak
bisa melakukannya. Sebab sejak ia menjalani operasi jantung di Australia pada
1988, ia hanya bisa berolahraga dengan berjalan kaki di seputar kediamannya.
Walaupun demikian, dedikasinya pada bulutangkis tidak pernah mati.
Sumber :
- profil.merdeka.com
- Wikipedia
- TokohIndonesia.com